Sunday, August 3, 2014

Berkunjung ke Museum La Galigo , Fort Rotterdam, Makassar

Museum La Galigo, Fort Rotterdam

Study history, study history.
In history lies all the secrets of statecraft. -Winston Churchill



Libur lebaran kali ini, kami sekeluarga berkesempatan untuk pergi ke Makassar dan mengunjungi Museum La Galigo yang terletak di dalam benteng Fort Rotterdam.  Benteng yang luasnya 2,3 hektar ini sudah dibangun dari tahun 1545 dan merupakan peninggalan kerajaan Gowa. Yang unik dari benteng ini bentuknya menyerupai bentuk kura-kura, dan ternyata bentuk ini memiliki filosofi bahwa kura-kura mampu bertahan di daratan maupun di lautan *love this philoshopy* :)  Ini foto maket Benteng Fort Rotterdam :




Jadi, apa yang bisa kita * dan anak - anak * dapati di Museum ini?
*Almost* everything you need to know about South Sulawesi history is in this museum.

Jadi di dalam benteng ini terdapat beberapa bangunan, bangunan untuk museumnya itu sendiri hanya ada dua di sebelah barat dan timur, dan bangunan selebihnya merupakan kantor arkeologi.
Untuk memasuki benteng Fort Rotterdam ini sebenarnya tidak dipungut biaya, tetapi untuk memasuki museum La Galigo, dipungut biaya yang cukup ramah kantong, yaitu Rp 5000,- untuk orang dewasa, Rp 3000,- untuk anak-anak dan Rp 10.000,- untuk turis asing.

Oke, kita mulai dari bagian mengenai asal muasal Kerajaan Gowa,ya. Di bagian ini terdapat cerita mengenai asal muasal Raja Gowa yang pertama, yang diyakini turun dari langit dan dinamakan To Manurung (To : orang, Manurung : turun dari langit). Kemudian, kita juga bisa mendapati silsilah kerajaan Gowa, yang termasuk di dalamnya adalah salah satu pahlawan yang paling dikenal dari Sulawesi Selatan, yaitu Sultan Hasanuddin.  Beberapa peninggalan sejarah dapat kita lihat juga di bagian ini, seperti aksara Bugis, peninggalan asal muasalnya Islam masuk ke Sulawesi, seperti Al-Qur'an yang sudah berusia lebih dari dua ratus tahun, piring-piring bertuliskan bahasa Arab dan pakain saudagar Arab sebagai orang-orang yang diyakini pertama kali mengenalkan Islam ke Sulawesi. 


                                      (Lukisan turunnya To Manurung sebagai asal muasal Kerajaan Gowa)


                                                                                           
                                                         (Foto Aksara Bugis )

                                                       (Foto mahkota Raja Gowa)


Budaya Bugis

Selanjutnya, di museum ini kita juga diberikan informasi mengenai budaya Bugis dan awal budaya Bugis, dari baju adat, senjata, sampai singgasana perkawinan bisa kita lihat disini.

Ini foto mengenai upacara khitanan / sunat di adat Bugis (dahulu).
Jadi di adat Bugis dahulu, untuk anak-anak berumur satu sampai lima tahun , khususnya anak perempuan, sehari-hari mengenakan karawel dan jempang (bahan dari perak dan emas yang berfungsi sebagai hiasan dada dan penutup kemaluan).  Pada saat mereka berumur 5 sampai 13 tahun, biasanya dilakukan upacara sunatan untuk anak laki-laki dan Makatte atau khitanan bagi anak perempuan.Pada saat itu untuk pertama kalinya anak-anak perempuan memakai pakaian addat baju bodo, biasanya dipakai bersusun, yang terdiri dari 3,5, sampai 7 susun, berdasarkan strata sosial.  Upacara adat ini dikenal dengan nama upacara Mappalai Waju.  


Yang menarik dari sini baru saya ketahui bahwa ternyata dulu, selain banyaknya susunan, arti dari warna baju bodo yang dikenakan itu beda - beda, lo :)
kalau baju bodo berwarna merah berarti untuk gadis, warna pink untuk sudah menikah, warna kuning untuk janda, warna hijau/biru untuk putri dan warna gelap untuk wanita yang sudah tua/ berumur. (oke ini berdasarkan info guidenya)

(Foto senjata khas Bugis, Badik)




(Seperti masyarakat Cina yang mengenal hari baik dan masyarakat Jawa yang mengenal primbon, masyarakat Bugis juga mengenal hari baik untuk melakukan aktivitas tertentu)


(Singgasana perkawinan adat Bugis, berdasarkan informasi dari guide, masyarakat Bugis mengeluarkan uang paling banyak saat menikahkan anaknya, berbeda dengan masyarakat Toraja yang mengeluarkan uang paling banyak pada saat upacara kematian)


Di bagian museum sebelah timur dari pintu masuk, kita bisa mendapati informasi zaman prasejarah hingga zaman sejarah, dari zaman gua, berburu, bercocok tanam hingga berlayar. Disini juga terdapat maket-maket kapal pinisi, sebagai salah satu icon kebanggaan masyarakat Bugis, yang terkenal dengan pelautnya yang tangguh.








Oiya, diluar museum bagian timur ini tersedia tempat penjualan suvenir dan buku-buku sejarah Sulawesi Selatan kalau berminat :)
Tips kalau bawa anak kecil kesini, datangnya mending pas agak sore, jadi tidak terlalu panas dan anak - anak bisa main di halamannya yang cukup luas, :)

Ini foto bangunan dan taman di benteng Fort Rotterdam :


                                                    (My Keisha di benteng Fort Rotterdam)




                                                 (Nayla and papa di meriam Fort Rotterdam)

                                                             (Taman di Fort Rotterdam)


So, sekian dulu jalan-jalannya ke museum kali ini, kalau bisa kasih masukan untuk managementnya, selain mungkin lebih baik kalau ada guide resminya langsung dari sini, bisa lebih bagus lagi kalau di barang sejarah yang dipamerkan ada suara rekaman dalam bahasa Indonesia  mengenai sejarahnya dulu yang lebih lengkap dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Selain itu di beberapa bagian benteng juga ada yang kebersihannya harus lebih ditingkatkan karna ada sampah dan tulisan graffity di dindingnya :) Kalau dengan meningkatkan harga masuk dapat meningkatkan kebersihan, I'm sure semua turis ga akan keberatan :)


Sampai ketemu di cerita museum-museum lainnya :)




No comments:

Trip ke Jepang dengan Budget 10 Juta-an

Mungkin banyak yg bisa lebih hemat, tapi bisa trip  sendiri ke Negeri Sakura dengan budget 10 jutaan aja saya udah seneng bangett *insert em...