Tahun ini Indonesia
telah mencatatkan sejarahnya dalam kejahatan lingkungan sebagai negara penghasil
emisi karbon tertinggi akibat pembakaran hutan.
Tak sungkan-sungkan, Professor Eric Meijaard mengatakan kebakaran hutan
Indonesia tahun ini adalah “the biggest
environmental crime of the 21st century”. Berdasarkan The World Resources
Institute, api dan asap dari kebakaran hutan untuk pembukaan lahan kelapa sawit
yang sebagian besar berasal dari Sumatera bagian Selatan, Kalimantan Tengah dan
Kalimantan Selatan ini telah menciptakan emisi karbon yang lebih tinggi dari
seluruh emisi karbon Amerika Serikat, - yang sekarang turun menjadi pencipta
emisi gas terbesar kedua di dunia setelah Indonesia, sejak September 2015 (sumber:
http://www.smh.com.au)
Bayangkan, kita
menjadi penghasil emisi karbon terbesar , padahal luas wilayah Indonesia
kira-kira lima kali lebih kecil dari luas wilayah Amerika Serikat, bisa dibayangkan,
betapa besar zat-zat berbahaya yang
dihirup penduduk yang terkena asap di Indonesia. Sampai saat tulisan ini dibuat, selain Indonesia
*lagi-lagi* belum habis mengirim asap ke negara-negara tetangga, di dalam
negeripun, asap kebakaran hutan sudah dihirup oleh puluhan juta penduduk
Indonesia sejak awal pembakaran hutan ini terjadi, dan menimbulkan penyakit
infeksi saluran pernafasan yang diderita oleh ribuan penduduk Indonesia,(BNPB mencatat
ada 503.874 jiwa yang menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di 6
provinsi sejak Juli-23 Oktober 2015- bbc.com) bahkan telah diberitakan bahwa
sudah ada beberapa kasus penderita ISPA akibat asap yang berujung pada kematian.
Dulu, korban terbanyak dari pembakaran hutan mungkin fauna, tapi
kini korbannya sudah manusia.
Lalu, apa langkah
konkrit kita dalam menyikapi hal ini? Selain tentu saja membantu mereka yang
terkena asap dan terus bersuara kepada pemerintah untuk dapat menangani kasus
pembakaran hutan ini sebaik mungkin?
Saya hanyalah ibu rumah tangga dan
wiraswasta kecil yang yakin bahwa kita semua, baik sebagai warga negara, dan
sebagai penduduk bumi yang masih membutuhkan kelestarian alam, bisa melakukan
sesuatu. Saya memiliki beberapa saran
sederhana yang dapat dilakukan apabila ada kesadaran diri, dan lebih baik lagi
ada bantuan dari NGO lingkungan dan pemerintah, diantaranya :
Sebagai pribadi
The greatest threat to our planet
is the belief that somebody will save it. Yes. Saya yakin bahwa saya sendiri, dan Anda
semua bisa melakukan sesuatu sebagai diri pribadi. Sebagai pribadi, hal utama yang bisa saya
lakukan dan sarankan kepada pribadi lainnya yaitu membeli yang baik dalam arti selektif
dan mengurangi produk dari kelapa sawit yang tidak berkelanjutan sebagai peran
serta kita terhadap lingkungan, kalau saya yang biasa-biasa aja ini bisa, saya
yakin Anda semua juga bisa :)
. Saya sudah mengganti minyak goreng kelapa
sawit saya sejak lima tahun lalu, sejak adanya pemberitaan pembukaan lahan
kelapa sawit telah ikut menurunkan jumlah satwa, terutama satwa dilindungi,
ditambah dari literatur yang saya baca, penggunaan minyak goreng dari kelapa
sawit yang berlebihan juga tidak baik bagi tubuh, dituliskan bahwa minyak goreng
yang berasal dari kelapa, minyak zaitun dan avocado
oil sesungguhnya lebih baik untuk tubuh. Sampai saat inipun saya masih berusaha untuk membeli
produk kecantikan dan rumah tangga yang tidak mengandung kelapa sawit dan terus
mencari tahu apakah produk-produk yang saya gunakan mengandung kelapa sawit (setidaknya kelapa sawit berkelanjutan) atau
tidak. Sayapun terus membicarakan pilihan
ini kepada keluarga dan teman-teman (semoga the
power of mouth to mouth bisa berhasil) saya tidak mengajak mereka untuk
sepenuhnya cut penggunaan produk
kelapa sawit tentunya, tapi mengajak mereka untuk menggunakan produk yang
perusahaannya bertanggung jawab :).
Di sisi lain, idealisme untuk tidak menggunakan produk kelapa sawit dan
menggunakan penggantinya ini tidak bisa sepenuhnya dilakukan di negri ini,
karena tidak mungkin kan kalau kita ke warteg atau restoran ditanya dulu minyak
gorengnya apa :)
oleh karena itu workshop untuk pengusaha makanan menurut saya juga sangat
perlu.
Saran untuk NGO
1.Membuat aplikasi produk-produk
Indonesia berdasarkan tanggung jawab perusahaannya dalam menggunakan kelapa
sawit, dan diberikan peringkat perusahaan dan produk yang paling bertanggung
jawab (dari produk tanpa menggunakan kelapa sawit- menggunakan kelapa sawit
dengan perkebunan berizin/ berkelanjutan – dan kelas terburuk yaitu produk yang
menggunakan kelapa sawit tanpa izin perkebunan yang jelas). Setelah membuat
aplikasi ini, tentunya masih harus ada usaha lagi untuk mengajak konsumen yaitu
rakyat Indonesia yang amat banyak ini untuk menginstal aplikasi ini di
smartphonenya dan menjadikannya pegangan saat berbelanja :). Aplikasi seperti ini sebenarnya sudah tersedia di
AppleStore ataupun di GooglePlay, tetapi sayangnya yang saya lihat sangat update ini dari
luar negri.
2.
Memasyarakatkan akun media sosial yang fokus dalam memberikan informasi
pada masyarakat mengenai produk-produk yang dibuat secara bertanggung jawab dan
sadar lingkungan, bahkan produk-produk sehat.
Pada akhirnya, bila betul-betul banyak masyarakat yang menyadari hal ini
dari sounding media social yang terus-menerus, mereka tidak akan membeli produk
dari perusahaan perusahaan yang mengakibatkan bencana alam dan kerusakan
lingkungan. Salah satu akun media social
yang saya ikuti adalah
@palmoilinvestigations , disana dengan jelas diperlihatkan produk-produk yang
mengandung kelapa sawit dan tidak, dan apakah kelapa sawitnya berasal dari
perkebunan yang berizin atau tidak. Saya
benar-benar mengikutinya sebagai petunjuk untuk membeli produk luar, sayang
baru satu-dua produk dari Indonesia yang dibahas disana.
3. Mengedukasi masyarakat
Terus mengedukasi masyarakat agar membeli yang
baik, karena produk yang baik untuk dirinya biasanya juga baik untuk
lingkungan. Harus ada yang mengedukasi
masyarakat bahwa penggunaan minyak kelapa sawit berlebihan selain tidak baik
untuk lingkungan juga tidak baik untuk dirinya sendiri, dan bahwa sesungguhnya kita memiliki pilihan untuk mengganti
penggunaan minyak kelapa sawit dengan minyak lainnya. Edukasi ini tidak boleh berhenti di kalangan environmentalist
dan kalangan usaha, tapi juga masuk ke ranah ibu-ibu (penting karena mereka
yang pegang keuangan keluarga dan menentukan konsumsi keluarga) dan ranah generasi
penerus, yaitu anak-anak (bisa masuk sebagai workshop di
sekolah-sekolah, karena *mungkin terdengar cliché* ditangan merekalah nanti nasib alam dan bumi ini
berada, oleh karena itu akar untuk mencintai lingkungan harus diajarkan sejak
dini, dan anak biasanya malah lebih
mudah untuk diberitahu yang baik dan akan memberitahu orang tuanya :) ).
Akhir kata, saya berharap konsumen Indonesia akan lebih sadar untuk #BeliYangBaik dan izinkan saya menaruh
quotes yang saat saya kuliah terpampang besar di mading kampus dan sampai
sekarang saya ingat terus :
When all the trees are cut down,
When
all the animals are dead,
When
all the water are poisoned,
When
all the air is unsafe to breathe,
Only
then will we discover
We
Cannot Eat Money